Selasa, 02 Agustus 2016

Budaya Bali Masa Kini






Budaya Bali Diujung Tanduk

            Bali merupakan pulau yang kaya akan seni dan budaya. Hampir di seluruh pelosok pulau memiliki karakteristik seni dan kebudayaan masing-masing. Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa bhineda ), yang sering ditentukan oleh faktor ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi riil di lapangan ( patra ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan selektif dalam menerima dan mengadopsi pengaruh kebudayaan luar. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa komunikasi dan interaksi antara kebudayaan Bali dan budaya luar seperti India (Hindu), Cina, dan Barat khususnya di bidang kesenian telah menimbulkan kreatifitas baru dalam seni rupa maupun seni pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni rupa dan seni pertunjukkan banyak dipengaruhi oleh budaya India. Demikian pula budaya Cina dan Barat/Eropa memberi nuansa batu pada produk seni di Bali. Proses akulturasi tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan adaptif khususnya dalam kesenian sehingga tetap mampu bertahan dan tidak kehilangan jati diri (Mantra 1996).
            Kebudayaan Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan sesama manusia ( pawongan ), dan hubungan manusia dengan lingkungan ( palemahan ), yang tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan). Apabila manusia mampu menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga aspek tersebut maka kesejahteraan akan terwujud. Seiring dengan perkembangan jaman, budaya Bali telah banyak terpengaruh oleh budaya-budaya luar yang sedang menjadi trend masyarakat kebanyakan saat ini. Mengingat kebudayaan bali yang fleksibel dan selektif membuat budaya-budaya tersebut dengan mudah menyatu dan berpadu dengan budaya Bali. Perpaduan budaya tidak hanya terjadi pada seni-seni pertunjukkan, atau seni rupa saja, akan tetapi sampai gaya hidup juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan jaman. Melalui seni dan budaya Bali telah berkembang pesat sebagai objek pariwisata yang mendapat perhatian dunia. Itulah yang mempengaruhi penerapan seni dan budaya yang awalnya hanya dipentaskan sebagai pelaksana, pengiring, atau  hiburan untuk masyarakat dalam upacara-upacara keagamaan kini telah beralih menjadi profesi untuk memenuhi kebutuhan hidup.
            Pemerintah Provinsi Bali melaksanakan banyak program yang berkaitan dengan seni dan budaya, program yang paling terkenal adalah Pesta Kesenian Bali atau yang disingkat dengan PKB. Pesta Kesenian Bali (PKB) yang merupakan agenda rutin tahunan Pemerintah Provinsi Bali, yang dijadikan sebagai wadah aktivitas dan kreativitas para seniman dalam upaya ikut mendukung program pemerintah dalam hal penggalian, pelestarian dan pengembangan nilai – nilai seni budaya Bali yang adhiluhung. Pesta Kesenian Bali merupakan media dan sarana untuk menggali dan melestarikan seni budaya serta meningkatkan kesejahteraan. Penggalian dan pelestarian seni budaya meliputi filosofi, nilai-nilai luhur dan universal, konsep-konsep dasar, warisan budaya baik benda atau bukan benda yang bernilai sejarah tinggi, ilmu pengetahuan dan seni sebagai representasi peradaban serta pengembangan kesenian melalui kreasi, inovasi, adaptasi budaya dengan harapan agar tetap hidup dan ajeg berkelanjutan dalam konteks perubahan waktu dan zaman serta dalam lingkungan yang selalu berubah.
            Namun kini kenyataan yang terjadi, kebanyakan seni yang dipersembahkan merupakan seni kreasi yang semakin tahun semakin banyak dan seolah melupakan seni klasik yang merupakan warisan para pendahulu. Kreatifitas yang tinggi memang sangat dibutuhkan untuk membuat seni dan budaya Bali agar dapat berkembang mengikuti pergerakan ruang terhadap garis waktu, akan tetapi  berkreatifitas bukan berarti melupakan sejarah. Budaya klasik Bali juga harus tetap dilestarikan dan dipertontonkan kepada seluruh masyarakat agar seluruh masyarakat bisa mengetahui dan ikut serta dalam upaya pelestarian budaya klasik tersebut.
            Sampai sejauh ini, Pemerintah Provinsi Bali telah mengupayakan untuk menyelenggarakan program-program yang dapat dijadikan wadah oleh para seniman untuk menampilkan dan mengekspresikan suatu karya seni, baik untuk golongan pemuda maupun golongan seniman tingkat tinggi, dengan harapan dapat menjaga dan melestarikan budaya Bali. Namun semua itu tidaklah cukup mengingat perkembangan jaman yang begitu pesat dan cepat. Saat ini banyak sekali pemuda Bali yang masih berstatus pelajar yang seakan mengabaikan budaya Bali karena telah terpengaruh dengan budaya-budaya kekinian yang bersangkutan dengan perkembangan jaman dan teknologi. Memang budaya Bali itu fleksibel, lalu bagaimana dengan budaya-budaya sakral yang dijadikan sebagai pelaksanaan upacara keagamaan?
            Budaya sakral yang merupakan bagian dari upacara keagamaan tentunya bersifat mutlak dan tidak bisa digubah atau dikreasikan dengan gaya kekinian. Budaya sejenis ini perlu pelestarian yang serius yang semestinya dilakukan oleh para pemuda Bali. Sebagai contoh, Sekar Agung yang merupakan bagian dari Dharma Gita yaitu nyanyian suci tentang kebenaran, saat ini sangat sulit ditemukan pemuda yang mampu menyanyikan Sekar Agung apalagi budaya-budaya yang lebih klasik dan berbobot. Contoh berikutnya adalah tabuh Gambang yang juga merupakan kesenian sakral yang digunakan dalam upacara keagamaan. Tabuh sekelas ini memang pernah dipentaskan di PKB dan program pemerintah lainnya, akan tetapi tidak begitu menarik perhatian dan minat masyarakat untuk menyaksikan pertunjukkan seperti ini karena masih kalah jauh dari kualitas daya tarik karya-karya kreasi gong kebyar yang memang dipentaskan secara lebih meriah. Satu contoh lagi, tabuh Gong Gede Lelambatan yang merupakan tabuh klasik juga sangat jarang peminatnya.
Pada PKB tahun 2016 Gong Gede Lelambatan hanya dipentaskan sebagai pengiring kedatangan tamu undangan saat pawai pembukaan saja, itupun tidak mendapat apresiasi serius dari masyarakat, paling tidak ada beberapa seniman yang hanya melihat atau mendengarkan saja tanpa berpikir tentang bagaimana untuk melestarikannya. Semestinya sebagai orang Bali wajib hukumnya untuk mengetahui dan mampu menguasai sedikitnya salah satu budaya Bali terutama budaya sakral yang sering diimplementasikan di tiap-tiap daerah sebagai pengiring atau pelaksana upacara keagamaan. Memang tidak semua masyarakat memiliki jiwa seni, tetapi budaya sakral Bali tidak hanya berupa seni musik, dan seni pertunjukkan tapi juga merujuk ke dalam pembuatan upakara persembahyangan atau perlengkapan upacara keagamaan.
            Perkembangan teknologi mempengaruhi karakter masyarakat terutama para pemuda. Inilah yang seungguhnya menjadi masalah serius dari masa depan kebudayaan Bali. Bali banyak memiliki kesenian-kesenian khas di tiap daerah tertentu yang secara tradisi hanya bisa diwarisi oleh generasi dari daerah tersebut. Akan tetapi apabila generasi muda tidak mau belajar dan ikut serta untuk melestarikannya, dapat dipastikan bahwa kebudayaan-kebudayaan seperti itu hanya akan tinggal kenangan di masa depan. Saat ini banyak ditemukan pada suatu Desa atau Banjar dimana sekaha Gong dari desa atau banjar tersebut  terdiri dari para orang tua yang seharusnya tidak mengambil pekerjaan seperti itu lagi. Sudah menjadi kewajiban bagi para pemuda di daerah tersebut untuk belajar dan mewarisi kebudayaannya, tetapi kenyataan yang terjadi sangat berbeda, tidak ada gerakan ataupun gagasan dari para pemuda di daerah tersebut untuk melestarikan kebudayaannya.
            Peran orang tua dan para pemuka Desa atau Banjar sangat dibutuhkan dalam hal ini. Para pemuda yang telah hanyut oleh arus globalisasi yang salah sangat sulit untuk dibentuk karakternya, maka dari itu hal yang dapat dilakukan saat ini adalah mencegah dari sejak dini terjerumusnya pemuda Bali ke pergaulan-pergaulan yang tidak berkarakter dan bebas. Banyak gagasan atau tindakkan yang dapat dilakukan, salah satunya adalah mendirikan pasraman-pasraman di tiap-tiap Banjar atau Desa sebagai wadah pembentukkan karakter  untuk anak-anak usia dini yang dijalankan secara berkelanjutan. Mengenai potensi pemuda bali sudah tidak diragukan lagi, secara tidak langsung lingkungan yang berbudaya akan melahirkan manusia yang berbudaya juga, oleh karena itu tidak akan terlalu sulit untuk mengajarkan kesenian-kesenian Bali kepada pemuda asli Bali. Banyak hal yang dapat diajarkan kepada anak-anak usia dini mengenai kebudayaan, baik mengenai lagu-lagu daerah Bali, permainan tradisional Bali, satua-satua Bali, Dharma Gita, nyurat lontar, menabuh, menari, dan masih banyak lagi kebudayaan-kebudayaan klasik yang harus dijaga eksistensinya.
            Budaya dan Kesenian Bali yang begitu kaya dan menyatu dengan kehidupan masyarakat sudah menjadi jiwa orang Bali. Semua penduduk atau masyarakat Bali berpotensi untuk melestarikan, menjaga, dan mewarisinya dari generasi ke generasi. Akan tetapi tergantung dari kemauan dan semangat dari masyarakat Bali untuk tetap menjaga budaya dan seni itu tetap ada dan lestari selamanya. Selain semangat dan pergerakkan masyarakat juga diperlukan adanya pelopor yang mampu mempengaruhi dan menyatukan pemikiran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan budaya Bali.
 
biz.