Budaya Bali Diujung Tanduk
Bali merupakan pulau yang kaya akan
seni dan budaya. Hampir di seluruh pelosok pulau memiliki karakteristik seni
dan kebudayaan masing-masing. Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh
nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui
adanya perbedaaan ( rwa bhineda ), yang sering ditentukan oleh faktor
ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi riil di lapangan (
patra ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan
kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan selektif dalam menerima dan mengadopsi
pengaruh kebudayaan luar. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa komunikasi dan
interaksi antara kebudayaan Bali dan budaya luar seperti India (Hindu), Cina,
dan Barat khususnya di bidang kesenian telah menimbulkan kreatifitas baru dalam
seni rupa maupun seni pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni rupa dan
seni pertunjukkan banyak dipengaruhi oleh budaya India. Demikian pula budaya
Cina dan Barat/Eropa memberi nuansa batu pada produk seni di Bali. Proses
akulturasi tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan
adaptif khususnya dalam kesenian sehingga tetap mampu bertahan dan tidak
kehilangan jati diri (Mantra 1996).
Kebudayaan Bali sesungguhnya
menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi mengenai hubungan
manusia dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan sesama manusia ( pawongan
), dan hubungan manusia dengan lingkungan ( palemahan ), yang
tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan).
Apabila manusia mampu menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga
aspek tersebut maka kesejahteraan akan terwujud. Seiring dengan perkembangan
jaman, budaya Bali telah banyak terpengaruh oleh budaya-budaya luar yang sedang
menjadi trend masyarakat kebanyakan
saat ini. Mengingat kebudayaan bali yang fleksibel dan selektif membuat
budaya-budaya tersebut dengan mudah menyatu dan berpadu dengan budaya Bali. Perpaduan
budaya tidak hanya terjadi pada seni-seni pertunjukkan, atau seni rupa saja,
akan tetapi sampai gaya hidup juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan jaman. Melalui
seni dan budaya Bali telah berkembang pesat sebagai objek pariwisata yang
mendapat perhatian dunia. Itulah yang mempengaruhi penerapan seni dan budaya
yang awalnya hanya dipentaskan sebagai pelaksana, pengiring, atau hiburan untuk masyarakat dalam
upacara-upacara keagamaan kini telah beralih menjadi profesi untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
Pemerintah Provinsi Bali
melaksanakan banyak program yang berkaitan dengan seni dan budaya, program yang
paling terkenal adalah Pesta Kesenian Bali atau yang disingkat dengan PKB. Pesta Kesenian Bali (PKB) yang
merupakan agenda rutin tahunan Pemerintah Provinsi Bali,
yang dijadikan sebagai wadah aktivitas dan kreativitas para seniman dalam upaya
ikut mendukung program pemerintah dalam hal penggalian, pelestarian dan
pengembangan nilai – nilai seni budaya Bali
yang adhiluhung. Pesta Kesenian Bali merupakan media dan sarana untuk menggali
dan melestarikan seni budaya serta meningkatkan kesejahteraan. Penggalian dan
pelestarian seni budaya meliputi filosofi, nilai-nilai luhur dan universal,
konsep-konsep dasar, warisan budaya baik benda atau bukan benda yang bernilai
sejarah tinggi, ilmu pengetahuan dan seni sebagai representasi peradaban serta
pengembangan kesenian melalui kreasi, inovasi, adaptasi budaya dengan harapan
agar tetap hidup dan ajeg berkelanjutan dalam konteks perubahan waktu dan zaman
serta dalam lingkungan yang selalu berubah.
Namun kini kenyataan yang terjadi,
kebanyakan seni yang dipersembahkan merupakan seni kreasi yang semakin tahun
semakin banyak dan seolah melupakan seni klasik yang merupakan warisan para
pendahulu. Kreatifitas yang tinggi memang sangat dibutuhkan untuk membuat seni
dan budaya Bali agar dapat berkembang mengikuti pergerakan ruang terhadap garis
waktu, akan tetapi berkreatifitas bukan
berarti melupakan sejarah. Budaya klasik Bali juga harus tetap dilestarikan dan
dipertontonkan kepada seluruh masyarakat agar seluruh masyarakat bisa mengetahui
dan ikut serta dalam upaya pelestarian budaya klasik tersebut.
Sampai sejauh ini, Pemerintah
Provinsi Bali telah mengupayakan untuk menyelenggarakan program-program yang
dapat dijadikan wadah oleh para seniman untuk menampilkan dan mengekspresikan
suatu karya seni, baik untuk golongan pemuda maupun golongan seniman tingkat
tinggi, dengan harapan dapat menjaga dan melestarikan budaya Bali. Namun semua
itu tidaklah cukup mengingat perkembangan jaman yang begitu pesat dan cepat.
Saat ini banyak sekali pemuda Bali yang masih berstatus pelajar yang seakan
mengabaikan budaya Bali karena telah terpengaruh dengan budaya-budaya kekinian
yang bersangkutan dengan perkembangan jaman dan teknologi. Memang budaya Bali
itu fleksibel, lalu bagaimana dengan budaya-budaya sakral yang dijadikan
sebagai pelaksanaan upacara keagamaan?
Budaya sakral yang merupakan bagian
dari upacara keagamaan tentunya bersifat mutlak dan tidak bisa digubah atau
dikreasikan dengan gaya kekinian. Budaya sejenis ini perlu pelestarian yang
serius yang semestinya dilakukan oleh para pemuda Bali. Sebagai contoh, Sekar Agung yang merupakan bagian dari
Dharma Gita yaitu nyanyian suci tentang kebenaran, saat ini sangat sulit
ditemukan pemuda yang mampu menyanyikan Sekar
Agung apalagi budaya-budaya yang lebih klasik dan berbobot. Contoh
berikutnya adalah tabuh Gambang yang juga merupakan kesenian sakral yang
digunakan dalam upacara keagamaan. Tabuh sekelas ini memang pernah dipentaskan
di PKB dan program pemerintah lainnya, akan tetapi tidak begitu menarik
perhatian dan minat masyarakat untuk menyaksikan pertunjukkan seperti ini
karena masih kalah jauh dari kualitas daya tarik karya-karya kreasi gong kebyar
yang memang dipentaskan secara lebih meriah. Satu contoh lagi, tabuh Gong Gede
Lelambatan yang merupakan tabuh klasik juga sangat jarang peminatnya.
Pada PKB tahun 2016 Gong Gede Lelambatan
hanya dipentaskan sebagai pengiring kedatangan tamu undangan saat pawai
pembukaan saja, itupun tidak mendapat apresiasi serius dari masyarakat, paling
tidak ada beberapa seniman yang hanya melihat atau mendengarkan saja tanpa
berpikir tentang bagaimana untuk melestarikannya. Semestinya sebagai orang Bali
wajib hukumnya untuk mengetahui dan mampu menguasai sedikitnya salah satu
budaya Bali terutama budaya sakral yang sering diimplementasikan di tiap-tiap
daerah sebagai pengiring atau pelaksana upacara keagamaan. Memang tidak semua
masyarakat memiliki jiwa seni, tetapi budaya sakral Bali tidak hanya berupa
seni musik, dan seni pertunjukkan tapi juga merujuk ke dalam pembuatan upakara
persembahyangan atau perlengkapan upacara keagamaan.
Perkembangan teknologi mempengaruhi
karakter masyarakat terutama para pemuda. Inilah yang seungguhnya menjadi
masalah serius dari masa depan kebudayaan Bali. Bali banyak memiliki
kesenian-kesenian khas di tiap daerah tertentu yang secara tradisi hanya bisa
diwarisi oleh generasi dari daerah tersebut. Akan tetapi apabila generasi muda
tidak mau belajar dan ikut serta untuk melestarikannya, dapat dipastikan bahwa
kebudayaan-kebudayaan seperti itu hanya akan tinggal kenangan di masa depan.
Saat ini banyak ditemukan pada suatu Desa atau Banjar dimana sekaha Gong
dari desa atau banjar tersebut terdiri
dari para orang tua yang seharusnya tidak mengambil pekerjaan seperti itu lagi.
Sudah menjadi kewajiban bagi para pemuda di daerah tersebut untuk belajar dan
mewarisi kebudayaannya, tetapi kenyataan yang terjadi sangat berbeda, tidak ada
gerakan ataupun gagasan dari para pemuda di daerah tersebut untuk melestarikan
kebudayaannya.
Peran orang tua dan para pemuka Desa
atau Banjar sangat dibutuhkan dalam
hal ini. Para pemuda yang telah hanyut oleh arus globalisasi yang salah sangat
sulit untuk dibentuk karakternya, maka dari itu hal yang dapat dilakukan saat
ini adalah mencegah dari sejak dini terjerumusnya pemuda Bali ke
pergaulan-pergaulan yang tidak berkarakter dan bebas. Banyak gagasan atau
tindakkan yang dapat dilakukan, salah satunya adalah mendirikan pasraman-pasraman di tiap-tiap Banjar atau Desa sebagai wadah
pembentukkan karakter untuk anak-anak
usia dini yang dijalankan secara berkelanjutan. Mengenai potensi pemuda bali
sudah tidak diragukan lagi, secara tidak langsung lingkungan yang berbudaya
akan melahirkan manusia yang berbudaya juga, oleh karena itu tidak akan terlalu
sulit untuk mengajarkan kesenian-kesenian Bali kepada pemuda asli Bali. Banyak
hal yang dapat diajarkan kepada anak-anak usia dini mengenai kebudayaan, baik
mengenai lagu-lagu daerah Bali, permainan tradisional Bali, satua-satua Bali, Dharma Gita, nyurat lontar, menabuh, menari, dan
masih banyak lagi kebudayaan-kebudayaan klasik yang harus dijaga eksistensinya.
Budaya dan Kesenian Bali yang begitu
kaya dan menyatu dengan kehidupan masyarakat sudah menjadi jiwa orang Bali.
Semua penduduk atau masyarakat Bali berpotensi untuk melestarikan, menjaga, dan
mewarisinya dari generasi ke generasi. Akan tetapi tergantung dari kemauan dan
semangat dari masyarakat Bali untuk tetap menjaga budaya dan seni itu tetap ada
dan lestari selamanya. Selain semangat dan pergerakkan masyarakat juga
diperlukan adanya pelopor yang mampu mempengaruhi dan menyatukan pemikiran
masyarakat untuk menjaga dan melestarikan budaya Bali.
0 komentar:
Posting Komentar